Thursday, 4 October 2012

Bongkar "Konspirasi"

By. Putri Filzaty
Bismillahhirrahmannirrahim...

Sebenarnya, buku-buku konspirasi itu sangat bagus, saking bagusnya bisa membuat kita menjadi GILA!
Kenapa?

Info yang dijabarkan dalam sebuah buku, bukan hanya berasal dari daerah dimana kita tinggal, dimana kita pernah singgahi, tapi berasal dari berbagai daerah yang belum pernah disinggahi dan belum pernah tersentuh dalam benak sebelumnya.

Mungkin itu memang tidak menjadi sebuah masalah. Bahkan terkadang hanya terpikir “oh, jauh tempatnya, santai saja..”

Tapi yang menjadi masalah, info itu, bukan hanya sekedar karangan fiktif, tapi “nyata”! sekali lagi saya ditekankan “nyata” ! bagaimana otak bisa berhenti memikirkannya? Buku-buku konspirasi itu, walaupun berbeda pengarang atau penulis, semuanya menuju pada satu arah “membongkar kebohongan dalam sebuah fakta” ! semuanya saling berkaitan.. bahkan kalau diringkas itu merupakan suatu pokok penting yang harusnya “dijadikan ladang amal”.

Kenapa saya bilang amal? Karena itu merupakan suatu kebohongan, yang dibongkar berdasarkan fakta. Dan berarti, kita berada disisi yang benar, bukan yang salah, kalau kita berani untuk menyampaikan hal tersebut!

Membenarkan suatu kesalahan, adalah dosa! Kita pasti tahu itu. Tapi kalau membenarkan yang benar? Itulah pahala!

Memang, kenyataannya dilapangan, menceritakan cerita yang “awam” di telinga masyarakat, kebanyakan memang sulit. Tapi kalau itu berupa cerita? Percayalah! Mereka akan selalu mengingatnya, dibandingkan teori yang hanya ada dalam rangkaian tulisan.

Cerita, bukan hanya berbentuk lisan, namun juga tulisan. Ya seperti kata “tersirat dan tersurat”. Menyampaikan cerita seperti yang tersirat (lisan) pun tidak semua orang bisa, namun terkadang dapat tersampaikan secara tidak sengaja yang biasanya disebut “curhat”. Apalagi tersurat, yang biasanya karakter tulisan orang itu bermacam-macam. Ada yang memang menggebu saking bersemangatnya, ada yang tenang, tapi maknanya sangat dalam, ada juga yang memotivasi, dan masih banyak lagi karakter tulisan lainnya.

Nah, bercerita mengenai konspirasi, yang dimana sangat jarang orang paham atau mengenalnya, kita butuh membaca dan bercerita.

Kenapa?

Pertama, kita tahu arti “konspirasi” itu dari pertanyaan yang ada di dalam benak, melalui kejadian disekitar. Kemudian mencari tahu “mengapa, kenapa, bagaimana” persis 5W + 1H. Kebanyakan fakta yang akan didapat itu dari penelitian, kemudian dituangkan dalam berbagai buku atau tulisan tepatnya. Bahkan bisa dalam media yang lainnya. Bacalah buku-buku mengenai hal tersebut sebanyak mungkin. INGAT! Media massa, baik itu cetak, elektronik dan lain sebagainya justru malah “tak pernah luput dari konspirasi”. Jadi, sebaiknya sharing dengan yang paham, karena itu akan membantu untuk menuangkan ide-ide atau pemikiran kritis dari pemahaman masing-masing.

Kedua, setelah pemahaman semakin mendalam, walaupun diri sendiri lebih tahu, bahwa masih banyak ilmu yang belum tergali,berusahalah untuk menceritakan. Ceritakanlah ke orang-orang terdekat disekitar, bahwa konspirasi itu berada tak pernah jauh disekitar kita. Banyak sekali contoh dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, ceritakan dalam bentuk “curhat” bukan teori, karena orang akan merasa cenderung bosan dan tak tertarik.

Ketiga, ketika pemikiran mereka semakin terbuka mengenai kebenaran yang ada, pinjamkan buku-buku mengenai konspirasi. Percayalah, mereka pun akan terus dan terus berpikir. Sampai akhirnya, terjadilah cerita beruntun..

Robbanaa arinal haqqo haqqon warzuqnatibaa’ah, Wa arinal baathila baathilan warzuqnattinabah
(Ya Allah, tunjukkanlah yang haq (benar) itu haq dan yang bathil(bohong) itu bathil)

Tuesday, 2 October 2012

Pesantren -- membuatku minder :|

by. Putri Filzaty

bismillahhirrahmannirrahim ...
Rasanya kalau sudah mendengar nama atau cerita berbau pesantren, aku bisa menjadi minder sendiri. Alasannya?

Aku dilahirkan dari sebuah keluarga muslim yang aku sendiri tak ingin menyebutkan bibit bebet dan bobotnya, menurutku sekarang itu bukanlah hal yang penting. Karena bagiku, masa lalu bukanlah bagian dari masa sekarang.

Jalur pendidikanku sama seperti yang lain, melewati jalur biasa. SD, SMP, SMA umum.. tak pernah terpikir dulu untuk masuk ke MIN, MTS ataupun MAN. Apalagi pesantren. Namun, apabila aku diberikan kesempatan untuk melahirkan dari rahimku sendiri, aku ingin sekali memboyongnya untuk masuk di pesantren.

Aku memang seorang muslim dari aku kecil. Tapi untuk pemahaman agama, aku sangat jauh sekali. Yang terakhir aku ingat ketika mengaji itu waktu SD, itupun sampai juz 2. Sampailah aku kuliah di semester 7, baru aku melanjutkan belajar mengaji lagi. Kalau ada yang bilang itu waktu yang sia-sia, memang iya. Kalau ada yang menyesalkan waktu selama itu, memang iya. Tapi aku tak bisa memungkirinya.

Dari SD sampai kuliah disemester 5, aku sempat terjebak dalam dunia karir. Bekerjakah aku? Tidak. Lalu? Hanya hoby sampingan yang bisa membawa aku mencapai puncak karir, itu menurutku. Rasanya langkah untuk menuju artis itu sudah didepan mata, jika aku berani untuk melanjutkannya. Berani untuk bermaksiat lebih banyak lagi. Namun, Allah punya rencana yang lebih indah. Cukup maksiat yang diperbuat, waktunya aku bertobat nasuha.

Pengalaman apa yang aku dapat selama belasan tahun mengenal dan mencintai dunia? Banyak. Banyak sekali. Dari gaya hidup hedonis, sampai lupa akan kewajiban seorang muslim, alih-alih menyepelekan. Apalagi bagian hidup anak muda.

Penyesalan kah? Iya, sangat menyesal!

Memang pernah dulu sempat terpikir dibenak.
“kapan aku bisa memperdalam agama?”
“karirku alhamdulillah selalu menanjak, materi berlimpah, tapi batinku kosong.”
“dosakah yang aku perbuat ini?”
Mungkin sekiranya hanya itu yang bisa mewakili dari sekian banyak lika-liku kehidupan.

Rasanya wajar, jika aku minder dengan pendidikan ala pesantren. Itu semua berpengaruh pada masa depanku. Masa depanku di dunia dan akhirat.

Masihkah aku mencintai dunia sekarang ini? Tidak, bahkan aku sangat membencinya! Banyak harapan palsu, angan-angan palsu, dan impian palsu.

Lalu apa yang aku lakukan sekarang? Aku memilih untuk sedikit demi sedikit berusaha menjauhi semua itu, dengan proses. Proses yang membuat aku terkadang bisa berada diatas, ketika aku merasa sangat bahagia, dengan kenikmatan yang diberikan-Nya. Tapi akupun bisa berada dibawah, ketika cobaan yang beruntun mencoba datang dan menemui lalu berkata, “bersabarlah dan teruslah memohon pada-Nya dengan sholat dan sedekah.”

Lalu, kenapa pesantren? Karena aku memiliki pandangan, dari situlah muncul generasi hebat. Orang tua, yang benar-benar meng-ikhlaskan putra-putrinya menuntut ilmu setinggi mungkin, untuk kehidupan dunia dan akhirat nanti. Walaupun dengan waktu pertemuan yang minim. Namun tak ayal, sedikit dari mereka yang tidak tahan akan kehidupan indah dipesantren, entah mengapa, itu hanya mereka yang tahu jawabannya.

Namun, kucoba fokuskan. Walaupun aku masih jauh dari pembelajaran semua itu, aku berani untuk mengejar. Jikapun besok telah tiada, aku harus yakin jannah itu milik Allah, dan Allah yang berhak menentukan kemana hambanya masuk. Janji Allah itu pasti, janji manusia itu .....

Buku itu ...


bismillahirrahmannirahim...

Awalnya datang ke toko buku itu niatnya mau untuk meminjam kembali suatu buku yang sudah pernah aku pinjam, karena akan aku fotokopi. Aku sangat tertarik dengan buku tersebut, apalagi dengan isinya. “Gerakan Theosofi di Indonesia” kurang lebih buku itu bercerita mengenai bagaimana sepak terjang aliran kebatinan Yahudi di Indonesia, semenjak masa penjajahan yang dilakukan oleh Belanda hingga mempengaruhi berbagai pemikiran para tokoh di Indonesia.

Toko buku itu tertutup setengah dari pintu besinya, aku pikir akan segera tutup.

“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumussalam wr.wb.”
“permisi bang qodja, putri mau minjem lagi buku yang udah putri balikin kemaren, yang tentang theosofi itu. Soalny mau putri fotokopi, ada tulisan yang berkaitan dengan skripsi putri. Hehe.”
“oh iya, sebentar.”
“ini put, baca juga yang ini, bukunya bagus, kisah nyata!”
“oh gt  ya.”
“tapi balikinnya hari selasa ya.”
“oh iya bg, makasih ya.”
“rumah putri dimana?”
“di komplek untan bg.”
“oh deket ya. Emang habis darimana?”
“dari masjid Al-Ilham di STKIP itu.”
“ada kajian ya malam ini?”
“ada seharusnya, tapi tadi ga ada.”
“oooh..”
“mari bg, assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumussalam wr.wb.”

Sesampai dirumah, aku yang tadinya ingin langsung beristirahat, namun berubah pikiran. Karena perut yang lapar dan rasa haus yang sangat, maka aku memilih untuk mencari makan. Ketika saat itu juga, adikku yang kembar makan nasi goreng tidak habis.

“pa, kenyang.”
“ha! Buat mba putri jak dek!”
“niaa, ambeklah.”

Setelah aku jadikan satu nasinya, mama ternyata mau. Kemudian aku bagi dua di piring yang berbeda, lalu aku pun masuk ke dalam kamar. Langsung aku rebahkan tubuhku ke kasur yang aku tunggu sedari tadi. Langsung aku ambil buku tersebut. “The Khilafa”

Baru membaca bagian belakang sampul, aku langsung tertarik untuk membacanya. Baru awal membaca saja, aku sudah dikejutkan oleh cerita yang membuat dadaku sesak dan air yang menggenang di kedua mataku. Serta pertanyaan dalam benakku “mengapa? Kenapa? Bagaimana? Siapa?” bukan hanya itu. Banyak lagi.....

Isi buku itu membuatku tersentak jauh! Bahkan aku sampai takut untuk tertidur. Aku baru menyadari, aku lemah, aku bukan siapa-siapa, tak pantas aku sombong, aku masih jauh dari sebuah kebaikkan, apalagi kemuliaan.

Buku itu menceritakan tentang bagaimana kita seharusnya kita mensyukuri apa yang kita miliki sekarang. Mengajarkan kita untuk lebih sadar akan makna hidup ini, tujuan hidup ini. Realita yang ada dibuku itu mencampakkan keinginan-keinginan kita saat ini. Yang ada hanya perjuangan!

Buku itu membuat aku termenung, ketika aku terbangun dipagi hari. Menangis sesenggukkan ketika membacanya. Kisah cintakah? Memang ada disana, tapi bukan novel fiktif. Ini antara hidup dalam dunia fana dan dunia yang sesungguhnya.

Aku ingin menceritakan, namun aku sendiripun tak sanggup untuk mengatakan semua itu. Wajar, jika mereka yang ada didalam buku itu hanya bisa berjuang di tanah mereka sendiri dan mereka lebih memilih diam dalam gambar, tulisan dan lukisan, serta kiasan. Mereka sakit, bukan hanya fisik, namun juga batin mereka.

Buku itu, membuka paragdima berpikir aku tentang hidup mulai saat ini. Hidup sebagai seorang MUSLIM!