Friday, 25 November 2011

Tipe-tipe Bentuk Tubuh

by. Putri Filzaty El Rahman

Ernest Kretschmer (1925) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara bentuk tubuh manusia dengan perilakunya. Ernest Kretschmer mengkategorikan tiga tipe bentuk tubuh manusia, yaitu tipe piknis, tipe leptosome dan tipe atletis.

Bentuk Tubuh Tipe Piknis

Tipe individu ini mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat, anggota tubuh pada umumnya gemuk dengan wajah bulat lebar. Orientasi utama tipe piknis adalah stomach (perut). Karakternya menunjukkan sifat peramah, suka berbicara, tenang dan humoris. Sekalipun ada pula tipe piknis yang menunjukkan sifat pendiam, baik hati dan energik. Adapun cara menghadapi individu dengan bentuk tubuh piknis antara lain:

1. Perhatikan suasana hatinya dan usahakan untuk berbincang-bincang dengannya jika kelihatan ia menghendakinya.

2. Lakukan percakapan yang menarik, ramah dan sedikit humor.

3. Jangan melakukan debat kusir, karena pada umumnya mereka mempunyai kemampuan “bersilat lidah”.

4. Untuk tipe piknis yang pendiam, sebaiknya diberi perhatian dengan cara mengucapkan : “ada yang perlu dibantu Pak, Bu, Oom atau Tante”.

5. Jika ia menunjukkan perilaku yang kurang pantas didengar, janganlah dipersoalkan karena mereka suka guyon atau humor saja.

Bentuk Tubuh Tipe Leptosome

Tipe individu ini menunjukkan bentuk tubuh agak kecil dan lemah, bahu tampak kecil, leher dan anggota badan menunjukkan kesan kurus panjang. Tipe ini orientasi utamanya cerebral (penggunaan otak), sehingga perilakunya tampak seolah-olah angkuh dan idealis.

Adapun cara menghadapi tipe leptosome ini antara alin :

1. Menghormatinya dengan sopan santun

2. Senang diajak bertukar pikiran atau diminta pendapatnya

3. Jangan menegur mereka dengan cara yang kurang enak, sapalah mereka dengan sikap hormat


Bentuk Tubuh Tipe Atletis

Tipe individu ini menunjukkan bentuk badan kokoh, pundak tampak lebar, kuat dan pinggul berisi. Anggota badannya cukup panjang, badan berotot dan kekar. Wajahnya bulat telur dan ada yang persegi. Orientasi utamanya gerak otot. Karakternya menunjukkan sikap banyak gerak, tetapi penampilannya kalem, jarang humor, kaku, dan mempunyai sifat tidak lekas percaya kepada orang lain.

Adapun cara menghadapi tipe atletis antara lain:

1. Hindarilah berdiskusi atau berdebat kusir.

2. Berilah kesan seolah-olah mereka adalah orang yang pandai

3. Bersabarlah dan jangan menunjukkan sikap terburu-buru

4. Sebaiknya, jika ada pertanyaan yang mereka kemukakan, hendaklah dijawab dengan penjelasan yang siistematis, jika memungkinkan dengan alat peraga atau contoh konkrit karena pada umumnya mereka tidak cepat percaya

5. Hindarilah sikap yang memungkinkan mengecewakan mereka, terutama jika mereka menunjukkan sikap menolak.


Bentuk Tubuh Tipe Displastis

Tipe bentuk tubuh displastis merupakan penyimpangan dari tiga tipe bentuk tubuh manusia. Tipe ini terdiri dari dua, yaitu: pertama, tipe displatis yang merupakan perpaduan dari tipe piknis dan tipe atletis (bentuk tubuh gemuk tetapi berotot kekar). Kedua, tipe displatis yang merupakan penyimpangan dari perpaduan dari tipe leptosome dan atletis (bentuk tubuh kurus tetapi berotot). Karakter dan cara menghadapi tipe displastis haruslah disesuaikan dengan perpaduan antara kedua tipe dari bentuk tubuhnya.

1) Karakteristik Motivasi Berprestasi

David McClelland(1961:17) mengemukakan 6 karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu:

§ Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi,

§ Berani mengambil dan memikul resiko

§ Memiliki tujuan yang realistik

§ Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan

§ Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan dan

§ Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan

Edward Murrai (1957:54) berpendapat bahwa:

Ada 8 karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu “melakukan seusuatu dengan sebaik-baiknya, melakukan sesuatu dnegan mencapai kesuksesan, menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan, berkeinginan menjadi orang terkenal atau menguasai bidang tertentu, melakukan perkerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan, mengerjakan sesuatu yang sangat berarti, melakukan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain, dan menulis novel atau cerita yang bermutu.

1. Pengertian Stres

Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

2. Penyebab Stres Kerja

Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, autoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.

3. Pendekatan Stres Kerja

Ada 4 pendekatan terhadap stres kerja, yaitu : dukungan sosial (social support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1989:490) yang mengemukakan bahwa “four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”.

a. Pendekatan Dukungan Sosial

Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan, misalnya bermain game, lelucon dan bodor kerja.

b. Pendekatan Biofeedback

Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, pisikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.

c. Pendekatan Kesehatan Pribadi

Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

d. Pendekatan Meditasi

Pendekatan ini dilakukan melalui penenangan pikiran, dzikir, tafakur kepada Allah SWT, sholat tahajud, dan olahraga pernapasan.

4. Cara Mengatasi Stres

Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis.

Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik, yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.

Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Ia pun selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.

Pola patalogis ialah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah yang buruk.

a. Karakteristik Kecerdasan Emosi

Patricia Patton (2002:107) mengemukakan ada 8 karakteristik kecerdasan emosi yang perlu dimiliki, yaitu:

Ø Kesabaran;

Untuk menjadi orang sabar perlu melakukan antara lain menagkui bahwa anda tidak sabaran dan carilah penyebabnya; ukurlah batas toleransi anda; lakukan dialog dengan diri sendiri; belajar menentukan posisi, relaksasi, fokus dan tindakan yang terkontrol.

Ø Keefektifan;

Keefektifan melahirkan sikap-sikap penting seperti mampu, bersikap efektif, berpengaruh, dan berdayaguna yang sangat perlu dalam menghadapi tantangan. Mampu berarti menuntut orang lain atau situasi tertentu. Bersikap efektif dapat dilakukan dengan menggabungkan emosi dan logika. Bersikap efektif berarti menggabungkan kesabarn, ketekunan, bakat dan sikap optimis. Berpengaruh dapat dilahirkan melalui pendekatan personal, kejujuran dan kebaikan pada orang lain. Berdayaguna berarti berbuat nyata yang terpuji dengan sikap bertanggung jawab dengan membawa keberhasilan.

Ø Pengendalian dorongan;

Ø Paradigma;

Ø Ketetapan hati;

Ø Pusat jiwa;

Ø Tempramen; dan

Ø Kelengkapan.

b. Mengetahui Emosi

Mengenal emosi seseorang memerlukan waktu, perhatian dan konsentrasi. Berusahalah mengenali emosinya dari respon yang kita terima melalui kontak mata dsan bahasa tubuhnya. Emosi adalah keadaan yang berlangsung lebih dalam yang menggerakkan kita atau memeperinagtkan kita apakh kita sadar tentang itu atau tidak; sedangkan perasaan adalah kondisi jasmaniah yang mengikuti pengalaman emosi. Kemampuan untuk mengetahui emosi kita dengan cara antara lain:

Ø Mengetahui cetusan tempramen dan berusaha menghindari arus tidak sehat;

Ø Menghentikan kebencian, karena kita tidak mungkin mengarahkan perasaab negatif secara efektif;

Ø Mempelajari cara-cara yang lebih baik untuk merespon tekanan-tekanan

c. Mengelola Emosi

Mengelola emosi berarti memahami emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Hal ini berarti pula kita belajar mengendalikan dorongan untuk bertindak berdasarkan perasaan. Untuk itu kita perlu memahami sistem emosi pada manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Hendrie Weisinger (1998) bahwa sisitem emosi manusia mengandung 4 komponen, yaitu:

1. pikiran;

2. perubahan fisiologis;

3. kecenderungan perilaku; dan

4. konteks emosional yang memberikan warna dari ketiga komponen emosi

Kemudian jangan lupa “hatinurani” mengayomi keseluruhan sistem emosi tersebut. Dengan demikian kita mampu mengendalikan emosi. Patricia Patton (2002:170) menjelaskan cara mengelola emosi sebagai berikut:

Ø belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu emosi anda dan respon apa yang biasa anda berikan. Hal ini akan memberikan informasi tentang tingkah laku kita yang perlu diubah;

Ø belajar dari kesalahan. Ketika kita melihat bahwa lingkaran emosi yang tidak pas terjadi pada kita, maka kita perlu memusatkan diri untuk mengubah hal itu;

Ø belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan pengaruh. Dengan demikian kita akan memperoleh keharmonisan batin yang lebih baik;

Ø belajar untuk sealu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan agar dapat mengendalikan emosi;

Ø belajar mencari kebenaran. Memahami dan menerima kenyataan adalah langkah awal untuk menyadari kebutuhan kita untuk berubah;

Ø belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan suatu masalah. Menyelesaikan masalah dnegan segera akan membebaskan kita dari rasa tertekan;

Ø belajar menggunakan kekuatan dan sekaligus kerendahan hati. Jangan merendahkan diri dan orang lain.

d. Mengelola Emosi Sendiri

Mengelola emosi kita berarti memahami kondisi emosi dan kita harus mengkaitkannya dengan situasi yang sedang dihadapi agar memberikan dampak positif. Kita perlu menyadari bahwa emsi merupakan hasil dari interaksi antara pikiran, perubahan fisiologis, dan prilaku. Dengan demikian, mengelola emosi dapat dilakukan dengan mengelola faktor-faktor yang terkait dalam interaksi yang menyebabkan timbulnya emosi. Sebagai contoh: jika kita terbawa situasi kehilangan “pikiran sehat”, maka kita harus segera sadar bahwa dalam diri kita sedang terjadi proses sakelar RAS mulai cenderung pada otak emosional . (RAS= Raticular Activating System, pengembang otak rasional dan otak emosional). Begitu pula, jika terjadi perubahan fisiologis, misalnya nafas kita mulai sesak karena muncul rasa ,marah, maka kita harus menarik nafas dalam-dalam beberapa kali agar nafas normal kembali. Oleh karena itu, kita harus segera mengimbangi otak emosional dengan otak rasional agar emosi kita terkendali.

Beberapa teknik untuk mengelola emosi adalah menggunakan humor, mengarahkan kembali energi emosi, dan mengambil jeda. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Taufik Bahaudin (2001) sebagai berikut:

Ø Menggunakan humor

Humor mampu menghilangkan emosi negatif seperti kesedihan, depresi dan kemarahan. Tertawa sebagai produk dari humor akan mampu menstimulasi untuk memproduksi endorphines pada otak. Bila endorphines di otak meningkat, maka rasa sakit fisik maupun emosi akan menurun. Bahkan tertawa juga dapat mengurangi rasa tertekan (stres).

Ø Mengarahkan kembali energi emosi

Pada saat ketegangan emosi naik, maka penggunaan energi juga meningkat peredaran darah menjadi lebih cepat. Hal ini karena otak berada pada posisi siaga dan eglombang listrik kita adalah beta. Hal ini memungkin kecenderungan muncul cara berpikir spontan atau otomatis menjadi lebih besar. Dalam situasi seperti ini, cara terbaik kegiatan yang tidak ada hubungan dengan apa yang menjadi penyebab timbulnya kondisi ini. Dengan kata lain, kita mengalihkan pikiran pada kegiatan lainnya.

Ø Mengambil jeda

Suatu cara untuk mengurangi tekanan emosi dengan mengarahkannya pada kegiatan yang mampu “melupakan” atau mengalihkannya agar emosi menjadi normal. Beberapa caranya antara lain: menarik nafas dalam-dalam, beristighfar, yoga, meditasi, atau sholat.

e. Mengelola Emosi Diri dan Orang Lain

Mengelola emosi diri dan orang lain dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosi, yaitu:

Ø Jangan meruntuhkan kerja anggota tim dengan mengabaikan prestasi mereka;

Ø Jangan menggunakan intimidasi sebgai sarana pengembangan semangat tim;

Ø Jangan mengangkat konsultan luar dengan tujuan untuk menjatuhkan orang lain;

Ø Jangan memberikan pelayanan dengan cara mengabaikan keberadaaan orang lain;

Ø Jangan menciptakan harapan yang tidak realistik dengan orang lain;

Ø Jangan meminta lebih dari yang akan anda berikan kepada orang lian;

Ø Jangan menggunakan menipulasi dan pemaksaan untuk mengendalikan orang lain agar patuh;

Ø Jangan mengingkari janji dengan orang lain;

Ø Jangan pura-pura menunjukkan ada lingkungan yang inovatif, padahal sebenarnya tidak ada.

f. Pengakuan Emosi Orang Lain

Pengakuan emosi orang lain agar terbina kecerdasan emosi dapat dilakukan antara lain:

Ø Pengakuan dengan jujur tanpa kedengkian apa yang anda rasakan;

Ø Keinginan untuk selalu memperbaiki hubungan kerja;

Ø Empati kepada orang lain dan kemauan mendengarkan ungkapan perasaan mereka;

Ø Penguasaan emosi anda agar dapat menyalurkan emosi dengan tepat;

Ø Tanggung jawab terhadap tindakan dan berinisiatif untuk melakukan perubahan yang lebih baik;

Ø Memberikan perhatian dalam upaya membangun hubungan relasi yang positif.